Tulisan ini lanjutan dari artikel mengenal sumber risiko kontrak. Risiko atas kontrak merupakan risiko yang cukup sering terjadi dimana dampak yang ditimbulkan juga sangat besar pada suatu proyek. Idealnya kontrak harus seimbang dari sisi hak dan kewajiban termasuk dalam hal risiko-risiko yang harus diarahkan ke pihak-pihak yang sesuai dan mampu untuk mengatasi risiko yang terjadi secara kontraktual.
Namun pada kenyataannya, beberapa pihak memanfaatkan ketidaktahuan pihak lain dalam kontrak untuk mengalihkan risiko-risiko dalam kontrak yang tidak seharusnya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak sehingga pihak lain dirugikan karena menanggung risiko yang bukan pada tempatnya. Oleh karena itu, penguasaan yang lemah atas kontrak akan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Kajian mengenai risiko dan respon risiko ini semoga akan membantu dalam mengelola proyek anda.
Telah dijelaskan dalam postingan sebelumnya bahwa kontrak harus memenuhi beberapa asas. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Pasal 2 yang menjelaskan asas-asas yang digunakan sebagai landasan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, yaitu sebagai berikut:
- Adil, yaitu melindungi kepentingan masing-masing pihak secara wajar dan tidak melindungi salah satu pihak secara berlebihan sehingga tidak merugikan pihak lain.
- Seimbang, yaitu pembagian risiko antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus seimbang.
- Setara, yaitu hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa haruslah setara.
Di samping itu menurut KUH Perdata, tiga asas hukum kontrak yang berlaku di Indonesia yaitu asas kebebasan berkontrak, asas mengikat sebagai undang-undang dan asas berkonsensualitas. Asas kebebasan berkontrak merupakan kebebasan membuat kontrak sejauh tidak bertentangan hukum, ketertiban, dan kesusilaan. Meliputi empat macam kebebasan, yaitu sebagai berikut:
- Kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak.
- Kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak.
- Kebebasan para pihak menentukan bentuk kontrak.
- Kebebasan para pihak menentukan isi kontrak.
Kontrak konstruksi harus benar-benar berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain UU No.18/1999, Peraturan Pemerintah No. 28, 29, 30 tahun 2000 dan UU No.30/2000 termasuk peraturan-peraturan lain yang masih berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sekarang masih berlaku. Selain itu, ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam standar/sistem kontrak konstruksi internasional, misalnya FIDIC/JCT yang baik serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seharusnya dipakai untuk kontrak konstruksi masa mendatang.
Salah satu cara untuk menangani risiko adalah dengan mengalokasikan risiko-risiko tersebut ke dalam klausul-klausul kontrak. Hal ini disebabkan karena kontrak merupakan alat manajemen risiko yang menjelaskan mengenai aturan yang harus dipatuhi dalam suatu proyek konstruksi. Oleh sebab itu pantaslah kiranya kita menaruh perhatian bahwa kita akan mengurangi atau mengalokasikan risiko melalui klausul-klausul yang ada dalam kontrak konstruksi. Cara untuk menangani risiko adalah dengan melakukan analisis risiko untuk mendapatkan kontrak yang berkualitas baik ditandai dengan tidak adanya perselisihan antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut.
Tipe kontrak yang dapat diterima bagi pengguna jasa maupun penyedia jasa ditentukan dari keadaan masing-masing proyek dan kelaziman dari peninjauan secara ekonomi serta kondisi yang kompetitif. Karena adanya faktor risiko pada pemilihan tipe kontrak, Kerzner menyarankan penyedia jasa harus melakukan negosiasi tidak hanya pada besarnya biaya penawaran tetapi juga menegosiasikan tipe kontrak yang akan diterapkan. Hal ini disebabkan karena perlindungan terhadap risiko yang akan terjadi merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh pada berapa besar biaya penawaran pekerjaan konstruksi yang diberikan oleh penyedia jasa.
Format standar yang digunakan dalam dokumen kontrak memiliki keuntungan, karena penggunaannya telah terbukti di lapangan dalam sisi kepatutan dan daya kerja, di samping itu dapat digunakan untuk meminimalisir terjadinya selisih paham terhadap klausul kontrak antara beberapa pihak. Standarisasi format kontrak dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perselisihan di antara pengguna jasa, penyedia jasa dan konsultan. Isi kontak atau klausul kontrak sangat tergantung pada keberhasilan cara-cara melakukan negosiasi.
Agar kesetaraan kedudukan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa dapat terwujud, maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Kontrak beserta peraturan dan perundangan terkait dapat dijadikan alat pengendali bagi kedua pihak.
- Penyedia jasa dan pengguna jasa harus memahami aturan-aturan dan perundang-undangan yang ada.
- Perlu adanya gerakan moral di kalangan penyedia jasa untuk meningkatkan bargaining powernya.
- Adanya peran aktif organisasi asosiasi terkait dalam memperjuangkan kesetaraan.
- Peran aktif kalangan akademisi sebagai pihak yang dapat dianggap sebagai penengah/netral.
Ketidakjelasan pasal dalam kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan, yang dibedakan sebagai berikut:
- Perbedaan pendapat, umumnya masih dapat ditangani dengan dialog dengan pihak-pihak yang berselisih.
- Persengketaan, merupakan perselisihan yang bersifat terbatas dan masih dapat diselesaikan melalui bantuan pihak ketiga.
- Pertentangan, tuntutan dimana masing-masing mengusahakan kemenangan, usaha pembenaran atas argumentasinya, usaha penolakan atas argumentasinya, dan usaha penolakan atas argumen lawannya.
Untuk biaya kontigensi yang diakibatkan oleh adanya ketidakpastian, lebih lanjut dijelaskan oleh Kerzner terdiri dari dua komponen, yaitu: Normal contingencies, dan Risk contingencies. Normal contingencies adalah perkiraan biaya yang diakibatkan oleh ketidak-akuratan pada desain dan metode perkiraan biaya, yang umumnya besarannya berdasarkan data proyek-proyek terdahulu. Sedangkan risk contingencies adalah merupakan perkiraan biaya akibat dari kemungkinan kejadian satu aktifitas akibat ketidakpastian dari aktifitas tersebut.
Di Indonesia, pelaksanaan kontrak masih belum memenuhi asas-asas di atas. Akibatnya sering terjadi risiko atas kontrak. Mengacu pada beberapa referensi dan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia, Penulis mencoba untuk merangkum dan memetakan risiko yang dominan terjadi di Indonesia dalam tabel dibawah ini.
Tabel di atas adalah daftar 12 risiko yang paling sering terjadi dan berdampak besar. Daftar itu didapat dari hasil survey atas 80 Project Manager di suatu perusahaan jasa konstruksi.
Berdasarkan referensi dari Flanagan-Norman dan beberapa penelitian sebelumnya serta validasi oleh beberapa pakar, maka dibuat tabel yang berisi respon risiko dominan. Tabel yang disajikan ini merupakan tindakan preventif atas risiko kontrak atau risk response.
Sekian postingan kali ini, selanjutnya darsitek akan menulis artikel-artikel yang pastinya berhubungan dengan proyek. Jangan lupa like dan share artikel ini jika kalian suka, untuk berlangganan silahkan klik notifikasi yang muncul ketika pertama kali mengakses situs ini. Sekian dan terimakasih.