Bentuk-bentuk keruntuhan ini diambil saat peristiwa Gempa di padang beberapa tahun lalu. Luar biasa, dua kali gempa yang relatif sama besarnya, tetapi meskipun demikian ternyata lokasinya tidak sama. Dua kali gempa berturut-turut yaitu 7.6 Magnitude pada tanggal 30 September, at 05:16:09 PM, kemudian 6.8 Magnitude tanggal 1 Oktober, 08:52:30 AM. Akibatnya, kota Padang dan sekitarnya luluh lantah dilanda gempa.
Meskipun bencana yang terjadi cukup besar, bahkan dikatakan dampaknya lebih besar dari gempa Yogyakarta dan ternyata ini bukan gempa besar yang ditunggu-tunggu selama ini. Padahal kalau melihat berita-berita kerusakan yang terjadi cukup memprihatinkan juga.
Macam-Macam Bentuk Keruntuhan Bangunan Saat Gempa
Inilah bangunan- bangunan yang mengalami kerusakan saat gempa:
1. Katedral Padang
2. Jembatan Siti Nurbaya
3. Hotel Ambacang
Seminggu setelah gempa. Bangunan yang nampak adalah bangunan lantai ke-5 dan di atasnya adalah lantai ke-6. Hotel tersebut menurut penjelesan bapak Ir. Supartono adalah bangunan renovasi, yang dulunya berupa gudang atau semacamnya, yang merupakan bangunan peninggalan jaman belanda. Sekarang sudah hancur tertumpuk bangunan baru di atasnya. Ini merupakan pelajaran berharga, bahwa kalau sudah dikaitkan dengan gempa maka tampilan seindah apapun tidak akan ada gunanya. Untuk para arsitek, agar jangan sampai terjadi bangunan hasil rancangan anda seperti di atas, pastikan ajak civil/structural engineer yang berkompeten terlibat pada proyek.
4. DPU Padang
Soft-storey effect lagi, bahkan ini di kantor PU, kantornya orang-orang teknik sipil. Bayangkan, bagaimana itu bisa terjadi?
5. Hotel Bumi Minang, hotel bintang empat di kota Padang
Perhatikan kolom yang terlihat hancur itu ternyata hanya kolom artificial. Apa kurang jelas? Coba perhatikan, bagian yang terlihat hancur tersebut akan saya perbesar.
Nah sekarang ketahuan, kolom tersebut ternyata isinya hanya batu-bata saja. Bukan kolom beton. Itulah yang saya maksud sebagai kolom artificial. Informasi dari bapak Supartono disitu sebenarnya konstruksinya adalah kantilever. Coba kalau ketemu kasus yang seperti itu, yang pinter arsitek atau structural engineer-nya. Jika ternyata dibagian tersebut dapat diberi kolom, tetapi mengapa perencana strukturnya pakai sistem kantilever. Kondisi itu dimungkinkan jika dibawahnya misalnya ada luasan lantai yang harus bebas kolom. Jadi bagi para perencana struktur, kolom yang menerus sampai pondasi adalah struktur yang paling penting untuk keamanan terhadap gempa.
6. Bangunan Pemerintahan
Ini adalah bangunan pemerintah jika dilihat dari lambang yang terpasang pada dinding kiri. Bangunan tersebut terbelah dua. Bangunan utama mengalami soft storey, lantai satu rontok dan bangunan berdiri di atas lantai dua, sedangkan kolom-kolom pada selasar depan masih utuh. Jadi kondisinya memang parah.
7. Tempat Les Bahasa Inggris, LIA
Menurut data yang didapat pada saat gempa terjadi, ada sekitar 12 orang anak muda yang sedang test TOEFL. Reruntuhan gempa berhasil menewaskan anak muda tersebut.
8. Bangunan-bangunan umum dan pemukiman
Ini juga soft storey effect, bagian bawah yaitu kolom-kolomnya tidak kuat dan hancur sehingga bagian atas menimpa bagian bawah.
Bahkan bangunan dari struktur baja pun hancur. Bagaimana ini?
Ini bukan hanya miring, lantai satunya juga sudah “terbenam”.
Meskipun terlihat cukup banyak element vertikal tetapi yang berupa kolom struktur satu, yaitu yang ke dua dari sebelah kanan, yang lain adalah kolom praktis yang benar-benar praktis tidak memberi perlawanan terhadap gaya lateral gempa.
Kelihatannya utuh ya, padahal bangunan yang kiri kolomnya mengalami kegagalan. Meskipun jendela atau temboknya tidak terlihat mengalami kerusakan yang fatal, tetapi karena kolom merupakan struktur utama dari bangunan tersebut maka satu-satunya cara agar dapat digunakan dengan aman lagi adalah dengan “merubuhkannya”. Demikian pendapat bapak Supartono ketika menjelaskan mengapa foto di atas menjadi perhatian beliau. Jadi yang disebut kerusakan parah itu tidak sekedar tercerai berai, ada yang “kelihatanya tenang” tapi ternyata berbahaya.
Merupakan salah satu kerusakan tipikal bangunan-bangunan lama, yang mana fokusnya masih pada pembebanan vertikal. Perhatikan tembok satu batu saja dengan ringannya dapat terbelah oleh gempa. Juga balok kayu di atas, meskipun masih utuh, tetapi tidak ada peranannya dalam memikul gaya lateral akibat gempa. Itu merupakan konstruksi simple beam, sedangkan tembok seperti kolom kantilever, bahkan mungkin seperti sendi-bebas (tidak stabil terhadap beban lateral).
Ini adalah tipe kerusakan yang cukup banyak dijumpai di sana, yaitu soft-storey effect. Lantai bawah kurang kaku dan kurang kuat dibanding bangunan bagian atas, akhirnya bagian bawah luluh lantah tidak terlihat. Hancur berkeping-keping. Kalau ada korban manusia di bawahnya ya jelas tidak bisa diapa-apakan lagi.
Jangan kaget, meskipun terlihat utuh, tetapi yang terlihat itu adalah lantai dua dan tiga, adapun yang lantai satu, sudah luluh lantak. Ini juga soft-storey effect. Ingat, biasanya orang jika ada gempa pasti lari ke bawah, pas di bawah mau buka pintu keluar lalu tiba-tiba sudah seperti foto di atas, coba bayangkan? Sangat tragis bukan? Orang di luar pastilah tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong. Masih mending kalau langsung mati, kalau tidak, bayangkan!
Lantai 1 sudah hancur. Ini foto jika diperbesar.
Coba ada yang aneh tidak, itu yang terlihat dilantai bawah adalah balkon lantai dua dari bangunan yang sebenarnya. Kolom bawah hilang, itulah soft storey effect. Satu-satunya jalan yang dibongkar itu bangunan.
Melihat kondisi di atas orang awam tentu akan miris, atau bahkan mengkuatirkan kondisi bangunan bila ada gempa seperti yang terjadi di Padang tersebut. Untuk itu saya menanyakan ke bapak Supartono kira-kira apakah sebagian besar bangunan di kota kondisinya seperti foto-foto di atas. Ternyata jawaban beliau tidak, masih banyak bangunan yang utuh. Jadi yang rusak di atas adalah bangunan-bangunan yang persyaratan tekniknya kurang baik.
Jika bangunan telah direncanakan dengan baik, yaitu secara profesional oleh structural engineer yang berkompentensi, maka sebenarnya bangunan tersebut tidak masalah dengan adanya gempa waktu itu. Untuk mendukung hal tersebut, beliau menunjukkan foto-foto pabrik semen Padang. Pada salah satu areal pabrik ditunjukkan ada suatu bangunan yang merupakan bangunan tertinggi yang ada di kota Padang tersebut, bangunan tersebut adalah tempat peralatan-peralatan untuk proses pembuatan semen, jika ditotal jendral, berat peralatan-peralatan yang dipikul bangunan tersebut adalah 40.000 ton. Itu jelas lebih berat dibanding untuk bangunan rumah atau perkantoran biasa. Ternyata sewaktu diinspeksi ke sana khusus untuk bangunan tersebut tidak mengalami retak. Ini bangunan yang dimaksud.
Ini tampak dari atas pabrik, perhatikan asap cerobong asap yang tetap berfungsi. Seminggu pasca gempa, proses pabrik berjalan normal tidak terpengaruh oleh gempa. Bayangkan jika kondisinya seperti bangunan-bangunan di atas tadi maka itu bisa mempengaruhi ekonomi negara, maklum pabrik Semen Padang merupakan aset nasional. Perhatikan bangunan bertingkat terbuka di sebelah kanan, itula yang dimaksud dengan bangunan tertinggi dan terberat di kota Padang, tetap berfungsi dengan baik, bahkan tidak ada yang retak sama sekali. Untuk lebih jelasnya saya zoom bagian tersebut.
Bangunan di atas mungkin satu-satunya bangunan besar (tinggi dan berbeban besar) yang benar-benar telah teruji terhadap gempa besar sesungguhnya di Indonesia. Jakarta jelas belum pernah menerima gempa sebesar gempa Padang tersebut bukan. Bahkan bapak Supartono menjelaskan karena waktu pembangunan bangunan tersebut sudah cukup lama maka perencanaannya belum mengimplementasikan peraturan yang terbaru karena memang waktu itu belum keluar.
Nyatanya, perencanaan struktur bangunan dengan peraturan lamapun dapat menghasilkan bangunan yang baik-baik saja. Apalagi kalau digunakan peraturan baru, yang harapannya tentu akan lebih baik. Selanjutnya saya tanyakan apakah tidak ada yang retak pada bangunan-bangunan pabrik tersebut. Bapak Supartono menjelaskan ada juga struktur yang menunjukkan retak, sambil menunjukkan foto bagian strutur yang dimaksud. Meskipun retak tetapi bagian beton bagian dalam, yang terbungkus stirrup dan tulangan memanjang ternyata tetap solid. Retak atau yang mengalami spalling adalah penutup beton di luarnya. Intinya struktur masih bisa diperbaiki dengan injeksi grouting.
Selanjutnya beliau menjelaskan, retak tersebut terletak di bagian atas bangunan, dimana ada balok yang tidak menerus karena posisinya mengganggu penempatan mesin. Waktu perencanaannya dulu sebenarnya sudah diusahakan agar menerus, tapi persyaratan mesin tidak dapat diganggu gugat. Jadi kekhawatiran yang dulu jadi terbukti (retak). Pengalaman ini jelas penting untuk diingat, bahwa salah satu unsur yang membuat suatu bangunan tahan gempa adalah jangan ada suatu detail atau konfigurasi struktur yang tiba-tiba berubah, usahakan smooth. Kalaupun ada balok usahakan menerus mengeliling elevasi lantainya.
Sumber: perencanaanstruktur.com
Terimakasih telah membaca artikel ini, semoga bisa bermanfaat untuk pembangunan kita semua. Jangan lupa share artikel ini jika dirasa berguna untuk orang lain, jika ingin terus mengikuti update perbaruan situs ini silahkan berlangganan pada notifikasi yang muncul saat pertama kali mengakses situs ini. Sekian dan terimakasih telah berkunjung.