Suatu hal yang penting dalam proyek adalah pada aspek pengendalian biaya. Perencanaan biaya yang baik harus diiringi dengan pengendalian biaya yang baik pula agar biaya yang telah direncanakan dapat dipertahankan selama perjalanan proyek sedemikian laba proyek dapat tercapai.
Satu hal yang menarik dalam pengendalian biaya adalah pada prediksi mengenai berapa biaya akhir proyek. Data tersebut bisa jadi data yang penting untuk mengetahui apakah proyek dalam kondisi yang terkendali dari aspek biaya. Manajemen proyek akan mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk memperbaiki performa biaya apabila prediksi biaya akhir menunjukkan bahwa akan terjadi pembengkakan biaya/ cost overrun.
Dengan menggunakan metode Earned Value Method (EVM) prediksi biaya akhir proyek dapat dilakukan dengan lima cara, yaitu:
- Constant budget, Model ini menganggap bahwa semua penyimpangan biaya akan terkoreksi oleh waktu yang pada akhirnya akan sama dengan rencana, rumusnya EAC = BAC.
- Constant cost deviation value, model ini mengasumsikan bahwa sisa pekerjaan akan dikerjakan dengan biaya sesuai rencana awal. Sehingga EAC merupakan hasil penjumlahan antara biaya realisasi ditambah dengan sisa biaya pada sisa pekerjaan yang sesuai rencana awal. Rumus untuk model perhitungan ini adalah EAC = BAC + (ACWP – BCWP).
- Constant cost efficiency rate, model ini menganggap bahwa performa/efisiensi biaya pada sisa pekerjaan adalah sama dengan performa/efisiensi biaya pada pekerjaan yang telah dilakukan. Dianggap tidak ada perubahan performa/efisiensi selama perjalanan proyek. Rumus untuk model ini adalah EAC = BAC / CPI.
- Constant cost and schedule efficiency rate, model ini mengasumsikan bahwa biaya finala akan dipengaruhi tidak hanya performa/efisiensi biaya, tapi juga performa/efisiensi waktu. Rumusnya EAC=BAC/(CPIxSPI).
- Future constant cost and schedule efficiency rate, model ini mengasumsikan bahwa deviasi biaya pada sisa pekerjaan proyek adalah fungsi dari performa biaya dan performa waktu. Rumusnya EAC=ACWP+(BAC-BCWP)/(CPIxSPI).
Model manakah yang telah anda gunakan dalam prediksi biaya akhir proyek? Menurut pengamatan, model yang sering digunakan adalah model yang kedua. Lalu apakah model yang kedua itu merupakan model yang paling baik? Jawabannya adalah belum tentu.
Untuk mendapatkan model yang paling akurat diperlukan penelitian yang komprehensif dengan data yang cukup. Sayangnya belum ada penelitian yang memadai. Satu-satunya hasil penelitian yang didapat adalah penelitian yang dilakukan oleh Ofer Zwikael, dkk. Penelitian dilakukan pada 12 proyek. Metodenya adalah dengan membandingkan prediksi biaya dengan aktual biaya yang terjadi. Deviasinya menjadi ukuran tingkat akurasi model.
Hasilnya menunjukkan bahwa akurasi model yang menganggap bahwa biaya akhir proyek adalah sama dengan rencana adalah model yang paling rendah tingkat akurasinya. Model 4 dan 5 yang memasukkan unsur performa waktu pelaksanaan proyek merupakan model yang memiliki tingkat akurasi yang juga tidak baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa performa waktu pelaksanaan (Schedule Performance Index / SPI) tidak memiliki korelasi dalam akurasi model. Model yang memiliki tingkat akurasi yang tertinggi adalah model 2 dan model 3 yaitu model yang memiliki unsur cost performance index (CPI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi model 3 lebih baik dari pada model 2. Hal ini berarti bahwa performa biaya pelaksanaan pada pekerjaan yang telah dilakukan, mencirikan performa biaya akhir proyek.
Kini kita telah mengetahui bahwa model 3 adalah model yang terbaik. Model ini berhubungan kuat dengan unsur cost performance index / CPI. Kita perlu mencermati bahwa CPI akan berubah-ubah sesuai dengan progres atau waktu pelaksanaan proyek karena terkait dengan banyak hal, diantaranya adalah profit / loss untuk tiap pekerjaan besarannya berbeda-beda, dan terjadinya risiko pelaksanaan proyek yang berdampak biaya yang tidak linear terhadap waktu pelaksanaan atau progres proyek. Kita perlu menentukan kapan prediksi dibuat sedemikian CPI bernilai konstant hingga akhir proyek.
Pada penelitian tersebut juga menganalisis perubahan besaran CPI. Berikut ini adalah grafik hubungan antara durasi dan parameter statistik CPI.
Hasil analisis terhadap grafik di atas menunjukkan bahwa CPI akan akurat dan stabil atau konstan pada waktu pelaksanaan proyek telah lebih dari 60%. Cukup menarik untuk diperhatikan kenapa mengkaitkan stabilitas CPI dengan durasi dan bukan proggres pelaksanaan. Mungkin bisa jadi karena adanya hubungan antara risiko dan waktu pelaksanaan. Semakin sedikit sisa waktu pelaksanaan maka akan semakin sedikit risiko yang terjadi. Kesimpulan sementara saya terhadap penelitian tersebut adalah akurasi prediksi biaya sangat terkait dengan risiko yang berhubungan dengan aspek waktu.
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat mengambil manfaat terhadap hasil penelitian tersebut dimana:
- Model yang dapat digunakan dalam prediksi biaya akhir proyek adalah model 3 atau model yang menggunakan prinsip-prinsip pada model 3.
- Manajemen proyek sebaiknya melakukan prediksi biaya akhir proyek saat durasi proyek telah mencapai di atas 60%. Namun sebaiknya juga tidak dilakukan lebih lama dari 70% durasi dengan pertimbangan bahwa prediksi biaya akhir adalah untuk kepentingan pengendalian proyek. Manajemen proyek akan dapat kesempatan yang lebih banyak dalam mengantisipasi adanya cost overrun apabila waktu yang tersisa masih cukup banyak.
- Pada pelaksanaan proyek yang belum mencapai 60% waktu, prediksi biaya dapat menggunakan model 2.
- Agar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek selalu mengupdate risk management plan terutama pada risiko yang terkait dengan waktu. Misalnya fluktuasi harga material terhadap waktu.
Sumber: manajemenproyekindonesia.com
Sekian postingan kali ini, semoga bisa bermanfaat untuk kita semua. Jangan lupa share artikel ini ke sosial media agar yang lain bisa membacanya juga. Untuk mengikuti perbaruan konten situs ini, silahkan berlangganan melalui notifikasi yang muncul saat mengakses situs ini. Sekian dan terima kasih.