Beranda Manajemen Proyek Apa itu Barricade Risk?

Apa itu Barricade Risk?

1371
0
BERBAGI
asdar.id menyediakan Member Premium Download untuk download file tanpa embel-embel iklan dan halaman, apa lagi harus menunggu timer yang begitu lama. Dengan berlangganan Member Premium Download, semua file dapat didownload dengan singkat langsung menuju ke sumbernya!, klik DISINI untuk DAFTAR atau DISINI untuk LOGIN :-) Jika ada pertanyaan silahkan hubungi Admin DISINI. Untuk cara download file Member Free Download, bisa membaca Tutorial Download yang ada dibawah Timer (halaman Safelink) saat menekan tombol download.
Rekomendasi aplikasi hitung cepat RAB akurat dan otomatis, sangat mudah digunakan. Tinggal ganti dimensi, RAB Langsung Jadi. Dilengkapi acuan AHSP dan HSPK seluruh Indonesia, rugi jika tidak punya filenya. Klik DISINI untuk mendapatkan Filenya.
Sekarang bukan zamannya lagi susah hitung RAB, tak perlu keluar biaya mahal-mahal buat nyewa orang. Dengan EasyRAB, menghitung RAB menjadi lebih cepat dan serba otomatis. Klik DISINI untuk mendapatkan Filenya.
apa itu barricade risk
apa itu barricade risk

Barricade risk adalah risiko yang terlalu besar bahkan bagi kontraktor yang berpengalaman sekalipun. Apa saja barricade risk di proyek dan bagaimana cara menanganinya?

Ada suatu istilah yang dibaca dalam memperdalam pengetahuan mengenai risiko proyek yaitu barricade risk. Dalam artikel tersebut, barricade risk diartikan sebagai suatu risiko yang dinilai terlalu besar untuk diterima bahkan bagi kontraktor besar dan berpengalaman sekalipun. Definisi ini mengingatkan kembali mengenai risiko-risiko proyek yang berdampak besar yang telah diulas pada beberapa tulisan terdahulu.

Ada beberapa jenis barricade risk, yaitu:

  • Unlimited liability
  • Full risk for unforeseen ground condition
  • Massive liquidated damages

Kita bahas satu persatu mengenai beberapa barricade risk di atas.

1. Unlimited Liability

Limit of Liability adalah klausul yang mengatur tentang besarnya tanggung jawab kontraktor terhadap kejadian-kejadian defect terhadap lingkup pekerjaannya (design, konstruksi, plant performance), damage/ loss terhadap existing plant (bila ada), damage/ loss/ injury terhadap pihak ketiga. Umumnya resiko tersebut di atas dialihkan melalui mekanisme asuransi oleh owner. Dengan begitu maka Kontraktor tidak akan dituntut untuk menanggung kerugian secara penuh. Sebagai contoh, pada kontrak EPC ditetapkan batasan tanggung jawab (limit of liability) kontraktor sebagai berikut:

  • Untuk pekerjaan design: tanggung jawab tidak terbatas/ unlimited liability.
  • Untuk works and installations: maksimum liability adalah 10% dari nilai kontrak.
  • Overall limit of liability ditetapkan maksimum 15% dari nilai kontrak, batasan ini tidak berlaku untuk pekerjaan design.

Pada dasarnya, besaran limit of liability berbeda dari satu kontrak dengan kontrak yang lain. Jika draft klausul kontrak menyatakan tanggung jawab kontraktor adalah tidak terbatas/ unlimited liability, maka klausul ini tergolong barricade risk. Resikonya sangat besar, apalagi bila proyek yang dikerjakan berupa perluasan dari fasilitas yang sudah beroperasi. Jika terjadi accident fatal yang merusak existing plant akan menyebabkan properti Owner tidak bisa berproduksi. Bila tanggung jawab tidak dibatasi, nilai ganti rugi bisa lebih besar daripada nilai kontrak. Owner sebaiknya bijaksana dalam menentukan batasan liability ini. Mengalihkan risiko ini semua ke kontraktor hanya akan merugikan owner sendiri. Sebaiknya risiko ini sebagian dialihkan kepada asuransi. Kontraktor pun harus sepakat agar tidak ikut dalam tender dengan draft kontrak seperti ini. Karena hanya akan berpotensi rugi yang besar. Langkah lain adalah kontraktor bisa pula mengalihkan risiko tersebut kepada pihak asuransi dengan biaya yang sudah diperhitungkan dalam penawaran tender.

2. Full Risk for Unforeseen Condition

Umumnya owner melampirkan hasil soil investigation sebagai referensi bagi para kontraktor pada saat tender. Kontraktor biasanya juga diminta melakukan site visit untuk memahami kesulitan lokasi. Jika owner menyediakan data tanah dan atau kontraktor diminta melakukan site survey dan dikatakan dalam draft kontrak bahwa seluruh resiko berkenaan dengan pekerjaan tanah ditanggung oleh kontraktor, maka kondisi ini termasuk barricade risk.

Site survey biasanya dilakukan dalam waktu yang singkat sedemikian akan sulit untuk mengidentifikasi risiko dengan baik. Kontraktor sebaiknya mengusulkan perubahan kondisi klausul ini. Dapat pula diusulkan bahwa pekerjaan dilakukan dengan jenis kontrak yang lain seperti unit price. Fairness atas kondisi ini harus dijaga. Kita perlu cermati bahwa kondisi tanah pada dasarnya tidaklah dapat dengan akurat dipetakan hanya dengan soil investigation. Penyelidikan tanah hanya dilakukan pada beberapa titik yang dianggap mewakili. Tapi belum tentu sama dengan titik yang lain. Pada titik yang diselidikipun belum tentu memberikan hasil data yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pada kenyataannya pun, sering ditemui hasil soil investigation yang berbeda dengan kondisi aktual di lapangan. Hal inilah yang harus dipertimbangkan dalam menentukan draft klausul kontrak.

3. Massive Liquidated Damages

Liquidated Damages (LD) adalah denda yang harus dibayar oleh kontraktor jika mereka tidak dapat menyelesaikan pekerjaan pada waktunya. Tergantung pada perjanjian kontraknya, umumnya besaran denda tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase dari nilai kontrak dan mempunyai batas maksimum. Besarnya denda keterlambatan ini sudah ditentukan sejak awal kontrak melalui klausul Liquidated damages, sehingga nantinya Owner tidak akan menuntut ganti rugi berdasar nilai aktual yang diderita. Dilihat dari sudut pandang ini, sebenarnya LD melindungi kontraktor dari resiko membayar ganti rugi yang terlalu besar.

Bagaimana jika draft kontrak menyebutkan nilai liquidated damages yang sangat besar? atau bisa jadi unlimited seperti pada kebanyakan terjadi pada proyek swasta? Tentu hal tersebut akan berdampak pada kerugian yang tidak sedikit sehingga dapat dikategorikan sebagai barricade risk.

Suatu contoh LD di proyek adalah 1 permil perhari dimana maksimum tidak terbatas. Jika dalam pelaksanaan proyek terjadi keterlambatan selama 15% masa pelaksanaan pada durasi proyek 3 tahun atau terlambat 164 hari, maka besaran LD adalah 164 hari x 0.1% = 16.4% nilai kontrak. Padahal keuntungan kontraktor pada proyek swasta paling besar adalah 6-10%. Artinya kerja 3 tahun malah mengalami kerugian.

Owner sebaiknya tidak memberlakukan denda yang tidak terbatas. Karena di samping melanggar aturan atau perundang-undangan, juga akan membuat penawaran kontraktor menjadi sangat tinggi untuk mengcover risiko tersebut. Bisa juga tender proyek tidak akan diikuti oleh kontraktor. Di sisi yang lain, kontraktor pun harus mengusulkan perubahan klausul ini pada saat tender dan menegosiasikannya pada saat pelaksanaannya. Para kontraktor peserta tender harus bersatu dalam menghadapi klausul seperti ini.

Sumber referensi: manajemenproyekindonesia.com

Sekian postingan pada kesempatan kali ini, semoga bisa bermanfaat untuk kita semua dalam dunia proyek. Silahkan di share artikel ini ke sosial media jika dirasa bermanfaat untuk orang lain. Untuk mengikuti perbaruan konten situs ini, silahkan berlangganan melalui notifikasi yang muncul saat mengakses situs ini. Sekian dan terimakasih.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama anda disini