Menara Jakarta adalah sebuah proyek yang berupa menara baru yang akan dibangun di Bandar Baru Kemayoran, Jakarta. Menara ini akan memiliki tinggi 558 meter (empat kali tinggi Monas). Gedung ini nantinya akan masuk kedalam jajaran gedung-gedung tertinggi di dunia. Salah satu menara tertinggi di dunia, Burj Dubai sampai saat ini tidak laku. Menara Jakarta diharapkan tidak mengalami nasib yang sama. Layakkah untuk dibangun?
Desain dan Proses Pembangunan
Desain proyek ini didapatkan melalui suatu sayembara yang mensyaratkan gedung tersebut harus mengandung lambang Trilogi Pembangunan, Pancasila dan 17 Agustus. Pemerintah memilih desain dari pemenang kedua yakni East Chine Architecture Design & Research Institute (ECADI). Menara Jakarta dirancang dan disupervisi oleh desainer konstruksi Prof. Dr. Wiratman Wangsadinata.
Menara Jakarta dibangun di area seluas 306.810 m2. Luas 40.550 m2 dan tinggi 558 m. Memiliki tiga kaki silinder berdiameter 13,2 m setinggi 500 m. Menara itu diikat dengan cincin beton berdiameter 40 m dengan tinggi 15 m. Pondasi berdiameter 80 m sampai kedalaman 58 m di bawah tanah. Konstruksi dasar ditopang oleh 412 titik tiang dengan kedalaman hingga 60 m. Menara ini mampu menahan beban hingga 280.000 ton. Menara didesain mampu menahan gempa 8 Skala Richter. Menara Jakarta memakai standar yang lebih tinggi dari aturan yang dipakai internasional. Struktur menara menggunakan perhitungan periode ulang gempa 100 tahun. Di Indonesia, aturan yang ditetapkan hanya perhitungan periode ulang gempa 50 tahun.
Menara Jakarta akan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas tempat parkir seluas 144.000 m2, Gedung podium setinggi 17 lantai, Lift yang mencapai puncak menara, Restoran berputar, Mal besar, Kafe, Taman hiburan, Museum sejarah Indonesia, Hotel, Ruang serba guna/konferensi yang bisa menampung sepuluh ribu pengunjung, Ruang-ruang perkantoran seluas 8.000 meter persegi, Pusat pameran, Pusat pendidikan dan pelatihan, Pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi, Pusat perdagangan dan bisnis, dan Pusat olah raga. Diperkirakan, sebanyak 4-6 juta pengunjung setiap tahunnya akan mengunjungi Menara Jakarta.
Peresmian dilakukan pada tahun 1997. Presiden Soeharto mengusulkan agar nama Menara Jakarta diganti menjadi Menara Trilogi. Pada tahun yang sama, pembangunan dihentikan. Nama Menara Jakarta dikembalikan dan pembangunan dilanjutkan pada tahun 2003. Peresmian dilakukan pada tanggal 15 April 2004. Menara Jakarta akan dilanjutkan kembali pengerjaan fisiknya di Februari 2011 setelah proses desain ulang. Target penyelesaian menara adalah pada tahun 2016 lalu, namun belum juga selesai. Hal ini relatif lebih lama dibandingkan pembangunan gedung-gedung pencakar langit lainnya di dunia karena alasan tingkat kesulitan.
Biaya dan Pendanaan
Biaya pembangunan menara itu pada awalnya diperkirakan sekitar Rp 900 miliar. Biaya kemudian membesar menjadi Rp 1,4 triliun dan membengkak menjadi hampir Rp 2,7 triliun setelah kenaikan harga baja dunia. Menurut Wiratman, dalam perkiraan tahun 2009 biaya yang dibutuhkan dapat mencapai Rp 5 triliun.
Proyek ini murni didanai oleh pihak Swasta. Pihak asing ditargetkan memiliki sebagian saham dan sebagian lagi oleh pihak dalam negeri. Pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini adalah lebih dari seratus perusahaan dan individu. Proyek tersebut dibiayai melalui tiga jalur: partisipasi modal (Rp 400 miliar), pinjaman sindikasi (Rp 600-800 miliar), dan penjualan pra-proyek (sekitar Rp 1,3 triliun). Dana investasi bisa direalisasikan di dalam negeri untuk mendorong perekonomian nasional. Kajian itu digunakan oleh pengembang untuk menjajaki pinjaman ke perbankan. Dari total anggaran sebesar Rp 3 triliun, tidak cukup dipenuhi dari setoran pemodal dan hasil penjualan atau penyewaan ruangan. Perbankan masih cenderung menunggu sebelum memutuskan.
Kelayakan
Pada tahun 1995-1997, Menara Trilogi menjadi kecaman karena masalah dana serta fungsi di tengah kesenjangan sosial dan ekonomi. Beberapa anggota DPR menyebutnya proyek “mercusuar”, sebagai proyek untuk pamer ke dunia luar, tanpa manfaat yang jelas bagi rakyat.
Salah satu menara tertinggi di dunia, Burj Dubai sampai saat ini tidak laku. Menara Jakarta diharapkan tidak mengalami nasib yang sama. Wiratman mengakui untuk membangun menara-menara tinggi tidak hanya melihat aspek kebanggan saja, namun harus mengutamakan kepentingan fungsi dan manfaat menara tinggi.
Kesimpulan
Pembangunan Menara Jakarta sepertinya perlu dikaji lebih serius dengan memperhatikan kelayakan atas kejadian yang ada. Biaya yang tinggi dan terus membengkak akibat molornya waktu penyelesaian dan adanya redesign. Semakin tinggi biaya maka kelayakan akan semakin rendah bahkan menjadi tidak layak. Biaya perkiraan saat ini yaitu Rp. 3 Triliun bahkan disebut akan mencapai Rp. 5 Triliun perlu dievaluasi ulang. Tingginya biaya ini akan menyulitkan pendanaan terbukti dengan kesulitan mendapatkan investor dan sumber pendanaan dari perbankan. Masyarakat yang memanfaatkannya pada akhirnya akan terbebani dengan mahalnya infrastruktur ini. Memperbanyak manfaat dan cakupan luasannya akan membuat harga yang ditanggung masyarakat dapat berkurang.
Keraguan berbagai pihak seperti DPR, Masyarakat, dan Para Pengamat bisnis serta contoh yang terjadi di Burj Dubai dapat dipertimbangkan dalam melanjutkan proyek yang dinilai sebagai proyek “mercusuar“ ini.
Sumber referensi: manajemenproyekindonesia.com
Semoga informasi ini dapat berguna untuk kita semua. Jangan lupa share artikel ini ke sosial media dan jika ingin terus mengikuti perbaruan situs ini, silahkan berlangganan melalui notifikasi yang muncul saat mengakses situs ini. Sekian dan terimakasih!