Industri konstruksi merupakan industri yang mendapat berkah atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengesankan pada beberapa tahun terakhir. Buktinya, laporan keuangan perusahaan konstruksi yang listing di BEI cukup kinclong hingga semester I 2012. Tercatat empat perusahaan yang layak menjadi nominasi terbaik yaitu PT. PP (Persero), PT. Total Bangun Persada, PT. Wijaya Karya (Persero), dan PT. Adhi Karya (Persero). Jadi, manakah yang terbaik? Mari kita telusuri laporan keuangan terakhir keempat perusahaan kontruksi tersebut.
Artikel ini bisa saja sesi ke dua atas artikel sebelumnya yang mencoba menghubungkan kinerja pertumbuhan ekonomi, kinerja laba, dan perkembangan harga saham emiten jasa konstruksi. Pada artikel ini, lebih fokus mengulas masalah yang lebih detil dalam laporan keuangan mereka. Bicara laporan keuangan tentu tak lepas juga bicara atas bagaimana perilaku investor atas perusahaan tersebut.
Beberapa hal yang menjadi paramater penilaian adalah:
- Penjualan dan pertumbuhannya
- Laba bersih dan pertumbuhannya
- Operational Margin
- PER/PE (Price Earning Ratio)
- PBV (Price to Book Value)
- DER (Debt Equity Ratio)
- ROE (Return on Equity Ratio)
Data yang dinilai adalah data terakhir laporan keuangan ke-empat perusahaan jasa konstruksi tersebut yaitu laporan keuangan Triwulan I dan II tahun 2012 yang diambil dari BEI yang dihubungkan dengan data yang sama pada tahun sebelumnya untuk mengetahui tingkat pertumbuhannya selama setahun. Data tersebut dikompilasikan menjadi tabel di bawah ini:
1. Penjualan dan Pertumbuhannya
Dari aspek penjualan, terlihat bahwa pada kuartal 1 dan 2 WIKA menjadi yang teratas dengan nilai sales 4023,8 Miliar, diikuti oleh PTPP sebesar 2063,3 Miliar dan ADHI sebesar 1801,9 Miliar. Namun dari sisi pertumbuhan penjualan PTPP mencatat pertumbuhan tertinggi dibandingkan yang lainnya pada kuartal 2 sebesar 23,3%. Hasil negatif dicatat oleh ADHI baik pada kuartal 1 maupun kuartal 2. PTPP dan WIKA cukup stabil dan bersaing dalam hal pertumbuhan penjualan pada kuartal 1 dan 2.
2. Laba bersih dan Pertumbuhannya
Laba bersih atau net income dipimpin oleh WIKA dengan 180,1 Miliar yang diikuti oleh TOTL dan PTPP. ADHI mencatatkan laba bersih yang cukup kecil di kuartal 2 yaitu sebesar 29,1 Miliar. Dilihat dari sisi pertumbuhannya di kuartal ke 2, PTPP mencapai hasil tertinggi yaitu 44,1% yang diikuti oleh TOTL sebesar 38,6%. ADHI yang mencatat laba bersih terendah, namun memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 34,7%.
3. Operational Margin dan Fluktuasinya
TOTL menjadi juara pada aspek Operational margin di kuartal ke 2 dengan nilai 10,2% diikuti oleh PTPP dan WIKA. Namun jika diperhatikan nilai operational margin pada kuartal 1 dan 2 TOTL mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Berbeda dengan PTPP yang stabil di 8,2%. WIKA mengalami penurunan dari 8,6% ke 7,9% dan menjadi satu-satunya perusahaan konstruksi yang mengalami penurunan dari aspek operational margin. Sedangkan ADHI merupakan yang terendah namun mengalami peningkatan cukup baik dari 5,4% ke 6,3%. TOTL menjadi juara atas parameter ini secara umum dan bisa disimpulkan bahwa TOTL yang merupakan perusahaan konstruksi swasta selektif dalam memilih proyek dan cukup baik dalam menekan risiko sehingga menghasilkan operational margin yang paling tinggi.
4. PER dan Fluktuasinya
PER atau Price Earning Ratio merupakan parameter yang menilai mahal atau tidaknya suatu saham. Semakin tinggi nilai PER, maka harga saham bisa dikatakan semakin mahal. Parameter ini menjadi indikator penting bagi investor. Dari aspek ini secara umum dilihat pada kuartal 1 dan 2, ADHI merupakan perusahaan konstruksi yang sahamnya termahal. Tidak hanya termahal, namun terpaut jauh dibandingkan dengan yang lainnya. Dibawahnya ada PTPP dan WIKA. Perubahan dari kuartal 1 dan 2, terlihat hampir semua saham perusahaan konstruksi menjadi lebih murah kecuali WIKA. Hal ini berarti saham WIKA lebih cepat menyesuaikan harga atas membaiknya kondisi perekonomian dan kondisi laporan keuangan dibandingkan dengan yang lainnya. Terlihat ADHI mengalami perubahan PER yang signifikan yang lebih dari separo dari pada kuartal sebelumnya. Jika dihubungkan dengan PER rerata atas keempatnya. Dapat disimpulkan bahwa ADHI cukup diminati investor walaupun profitabilitasnya tidak setinggi minat investor. Investor seperti punya keyakinan atas ADHI.
5. PBV dan Fluktuasinya
PBV atau Price to Book Value merupakan parameter lain yang terkait dengan penilaian mahal tidaknya suatu saham. Bedanya dengan PER, PBV dinilai atas harga buku yang dibandingkan dengan harga saham. TOTL merupakan perusahaan termahal jika dinilai dari PBV kuartal 2 dan termurah adalah ADHI dengan nilai PBV masing-masing 2,7 dan 1,8. Umumnya keempat perusahaan semakin mahal harganya dari kuartal 1 ke kuartal 2. Ini berarti semua perusahaan konstruksi semakin diminati oleh investor sehingga perkembangan harga lebih tinggi dibanding perkembangan harga buku.
6. DER dan Fluktuasinya
DER atau Debt Equity Ratio adalah rasio hutang atas ekuitas. Parameter ini dapat memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam mengelola cash flow. Hutang tentu berdampak biaya bunga. Jika hutang tidak dikelola dengan baik atau tidak berbuah laba yang lebih tinggi dari nilai bunga, tentu perusahaan akan merugi. DER yang lebih kecil akan lebih baik dari DER yang lebih tinggi. Idealnya nilai DER adalah 0,3. Namun untuk perusahaan konstruksi nilai DER di atas 1,5.
Dari aspek DER, TOTL adalah yang terbaik dengan nilai DER sebesar 2,0. Nilai DER tertinggi adalah ADHI yang diikuti oleh PTPP. Secara umum nilai DER pada keempat perusahaan konstruksi ini meningkat dari kuartal 1 ke kuartal 2. Peningkatan terkecil dialami oleh TOTL dan yang terbesar oleh PTPP.
Dalam hal DER, TOTL terlihat konsisten memilih proyek dengan term of payment yang baik. Hal ini mengingat perusahaan tersebut murni perusahaan konstruksi. Berbeda dengan WIKA, PTPP, dan ADHI yang sudah tidak murni perusahaan konstruksi karena mulai menjadi perusahaan investasi dan trade company.
7. ROE dan Fluktuasinya
ROE atau Return on Equity adalah tingkat pengembalian atas modal. Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang terpenting dalam menilai kinerja perusahaan. Siapa yang terbaik? Dari tabel di atas, TOTL adalah juaranya. ROE TOTL cukup jauh meninggalkan pesaingnya di angka 27,6% diikuti oleh WIKA yang cukup stabil di level 14%-15%. PTPP dalam hal ini cukup moderat dan naik perlahan walaupun belum tembus double digit. Sedangkan ADHI terkesan sedang mengalami problem “masa lalu” dimana ROE awal tahun selalu berada di level 1%-2% akan tetapi di kuartal 4 di level 18%-22%. Ini berbeda dengan ketiga perusahaan yang lain dimana selisih nilai pada kuartal 4 ke kuartal 1 tahun berikutnya tidak selebar ADHI.
Kesimpulan
Kajian atas beberapa parameter di atas yang walaupun cukup sederhana, namun secara garis besar dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
- Perusahaan konstruksi terbesar adalah WIKA yang diikuti oleh PTPP. Dengan melihat produk usahanya, WIKA merupakan produsen precast terbesar yang mengkontribusi laba lebih 50% atas laba bersih WIKA. Sedangkan PTPP sangat didominasi oleh usaha konstruksinya dimana pencapaian laba semester I sangat ditunjang oleh unit barunya yaitu EPC. Atas kondisi tersebut bisa dikatakan PTPP merupakan perusahaan jasa konstruksi terbesar di Indonesia. Terlebih PTPP baru saja memenangkan tender New Tanjung Priok senilai 9 Triliun yang sudah pasti akan mengkontribusi laba sangat besar selama 4 tahun berikutnya. PTPP sangat berpotensi menjadi perusahaan konstruksi nomor satu pada tahun-tahun yang akan datang.
- TOTL merupakan perusahaan jasa konstruksi yang cukup selektif dalam memilih proyek yang akan dikerjakan. Tidak hanya dari sisi term of payment, tapi juga dari sisi risiko dan pengelolaannya. Sehingga menjadikan TOTL cukup handal dari sisi ROE, operational margin dan DER. Tak heran harga sahamnya bisa dikatakan cukup mahal jika dilihat atas PBV. Namun paling murah dilihat dari aspek PER. Saat ini TOTL merupakan salah satu target investasi oleh para Investor selain WIKA yang tumbuh baik dan stabil namun harga sahamnya sudah agak mahal.
- ADHI bisa jadi sedang mengalami masa-masa sulit atau setidaknya mulai bangkit dan ternyata masih cukup disayang investor karena nama besarnya. Bagaimana tidak? Dengan sales yang turun, laba bersih yang terbilang kecil untuk size nya yang gajah, ROE yang lebih rendah dibanding bunga deposito 6 bulan, harga saham yang kemahalan dan tingkat hutang atas modal yang kelewat tinggi, ADHI seperti sedang sakit yang bisa jadi bukan “demam biasa”. Walau demikian, ADHI terlihat menyimpan beberapa harapan sembuh dengan pertumbuhan laba bersih yang cukup signifikan, hampir sama dengan kondisi perusahaan yang baru tumbuh dan akan besar.
Sumber referensi: manajemenproyekindonesia.com
Sekian postingan kali ini, semoga bisa bermanfaat untuk kita semua. Jangan lupa share artikel ini agar yang lain bisa mendapatkan manfaatnya. Untuk mengikuti perbaruan konten situs ini, silahkan berlangganan melalui notifikasi yang muncul saat mengakses situs ini. Sekian dan terima kasih telah berkunjung.