26 November 2011 bisa jadi tanggal yang suram dalam sejarah konstruksi Indonesia. Salah satu hasil karya anak negeri yang menjadi kebanggaan Kabupaten Kutai Kertanegara itu ambruk dan hanya menyisakan pilar kebingungan yang tanpa kekuatan lagi. Pelajaran yang teramat mahal untuk dibayar.
Jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan merupakan salah satu jembatan gantung dengan bentang terpanjang di Indonesia. Bentang bebasnya, atau area yang tergantung tanpa penyangga, mencapai 270 meter, dari total panjang jembatan yang mencapai 710 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara Kota Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Kota Samarinda. Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate yang terdapat di San Fransisco.
Jembatan Kartanegara merupakan jembatan kedua yang dibangun melintasi Sungai Mahakam setelah Jembatan Mahakam di Samarinda. Jembatan ini mulai dibangun pada tahun 1995 dan selesai pada 2001 dengan kontraktor PT Hutama Karya yang menangani proyek pembangunan jembatan tersebut.
Jembatan tersebut runtuh saat dilakukan pekerjaan pemeliharaan jembatan dan menyebabkan korban jiwa 21 orang dan beberapa lainnya hilang. Di samping itu tentu saja menyebabkan arus trasportasi orang dan barang menjadi sangat terhambat dan mengakibatkan terganggunya roda ekonomi pasca keruntuhan jembatan.
Kejadian tersebut menyisakan suatu pertanyaan penting yaitu penyebab keruntuhan jembatan. Menarik bagi penulis untuk ikut mencari tahu apa yang sebenarnya menjadi penyebab keruntuhan jembatan tersebut. Walaupun hingga artikel ini diposting, proses investigasi masih berjalan. Penyebab keruntuhan menjadi menarik untuk dibahas yang mestinya tidak saja dari aspek teknis struktur jembatan, namun juga dari aspek manajemen proyek.
Data-data didapatkan dari komentar pada pihak yang termuat dalam media massa (terutama cetak dan internet). Hingga saat ini, telah begitu banyak yang memberikan komentar mengenai penyebab keruntuhan jembatan Kukar. Beberapa institusi dan ahli seperti PU, Akademisi (UGM, ITB, ITS, Unmul), Ahli struktur teknik sipil, PII, AKI, BPPT, DPR, Pemkab Kukar, Kepolisian, BPK, KPK, Kontraktor Pelaksana, hingga paranormal pun memberikan komentar yang termuat dalam media cetak dan televisi. Pendek kata “heboh..!”. Penulis berfikir saat ini sebenarnya cukup para ahli teknik sipil dan Dept. PU saja yang kompeten di bidangnya yang melakukan investigasi dan mengeluarkan pendapat karena ini kasus yang menuntut keahlian struktur yang cukup tinggi. Intinya kita bicara teknis dululah, baru yang lain. Kalau belum apa-apa ada institusi yang bukan ahlinya turun, rasanya kasus ini tidak akan tuntas karena hasil analisa nya tidak akan sesuai.
Dalam artikel ini penulis coba rangkum beberapa pendapat yang menyatakan penyebab keruntuhan yang menurut saya cukup relevan sebagai dasar dalam melakukan analisis:
- Menteri PU (Ir. Djoko Kirmanto) – Pertama, lepasnya penghubung antara kabel vertikal (hanger) dengan kabel penggantung utama. Kabel penghubung semuanya lepas. Penyebab kedua, adanya gaya tiba-tiba yang memberikan muatan kabel melebihi kapasitas 200 ton. Kesimpulan lain adalah seluruh komponen material bangunan jembatan sesuai dengan standar. Hanya saja, jembatan kurang terawat dengan baik.
- UGM (Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro MSc) – Terjadi kegagalan geser pada komponen sambungan kabel yang terjadi secara tiba-tiba. Ini dapat disebabkan oleh penurunan kualitas material seiring berjalannya waktu. (http://www.klik-galamedia.com)
- BPPT (Iskendar, Sudarmadi) – Dugaan sementara difokuskan pada pin clamping cable yang merupakan komponen kritis dari susunan hanger. Hal ini diduga karena ada reduksi penampang pendukung yang berbeda materialnya. (www. suaramerdeka.com)
- ITB (Bambang Budiono) – Menduga hanger atau alat penyambung terlepas atau putus dari kabel utama penyangga jembatan. Adanya pergeseran jembatan telah diketahui hingga dilakukan perbaikan. Namun, perbaikan tersebut tidak memperhitungkan beban apa yang diperoleh ketika jembatan dalam masa perbaikan. Diperkirakan runtuhnya jembatan disebabkan kurangnya perawatan. (http://www.metrotvnews.com)
- Pakar konstruksi ITB (Iswandi Imran) – Ada kesalahan saat para pekerja melakukan perbaikan kabel hanger jembatan. Saat pengerjaan pengencangan kabel hanger, ruas jalan jembatan Kukar tidak dikosongkan seluruhnya. Hal ini menyebabkan over stress atau terjadi kelebihan beban pada kabel hanger yang berakibat putusnya kabel. Kemungkinan selanjutnya, terjadi kelelahan material (fatigue). Pada kondisi ini bahan bangunan sudah hilang kekuatannya dalam menahan beban. Hal ini bisa disebabkan karena cacat material konstruksi jembatan saat pembangunan atau beban yang melewati jembatan tersebut melebihi perhitungan ambang batas pada saat perencanaan 10 tahun lalu.
- ITS (Priyo Suprobo) – Ada dugaan kearah tidak sesuainya material yang digunakan yang dapat saja disebabkan oleh adanya praktik KKN. (http://birokrasi.kompasiana.com)
- Dosen Teknik Sipil UPH (Wiryanto Dewobroto) – 3 hal mendasar itu yaitu bagaimana tim konsultan bekerja di tahap awal, lalu material yang digunakan untuk membangun dan sistem perawatan yang dilakukan. Ada distribusi gaya akibat pengencangan kabel tarik yang menyebabkan salah satu kabel mengalami over stress dan kabel lainnya sebaliknya. (http://wiryanto.wordpress.com)
- Ahli fisika Unmul (Prof. Jamaluddin) – Sewaktu jembatan ini baru diresmikan, pernah memaparkan analisanya. Ia katakan, konstruksi jembatan ini tidak memperhatikan teori dasar perubahan frekuensi angin. Angin dapat berubah-ubah, dari frekwensi rendah ke tinggi. Konstruksi jembatan tidak memperhatian itu. Pertama kali dioperasikan saja sudah retak-retak. Tampaknya tidak bisa sampai sepuluh tahun umurnya.(http://sudarjanto.multiply.com)
- PII (Said Sidu) – kesalahan desain, pembangunan yang tidak mengikuti desain, atau operasional jembatan yang tidak mengikuti prosedur. Penyebabnya bisa salah satu atau kombinasi ketiga faktor itu. (http://www.klik-galamedia.com)
- Kabid Rencana dan Evaluasi Bapekin Dep. Kimpraswil (Ir Herry Vaza, M.Eng, Sc.) dan Kepala Proyek Jembatan Mahakam II PT Hutama Karya (Ir Idwan Suhendra) pada Koferensi Regional Teknik Jalan VI di Denpasar Bali 18-19 Juli 2002. – Jembatan Kukar termasuk paling sulit berisiko dan berteknologi tinggi. Faktor ketidakpastian atas keberhasilan pelaksanaan proyek termasuk tinggi karena tingkat pengetahuan dan pengalaman atas konstruksi dan metode pelaksanaan yang rendah. Jembatan Mahakam II mengandalkan peralatan standar yang umumnya tersedia di Indonesia.(http://sudarjanto.multiply.com)
- Ketua AKI (Sudarto) – Menilai runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara dikarenakan adanya kelalaian manusia (human error) dalam pelaksanaan operasi atau pemeliharaan. (http://bisnis.vivanews.com)
- Ketua DPR (Marzuki Alie)- Dalam kasus ambruknya jembatan Mahakam II di Kutai Kartanegara (Kukar), pihak yang paling bertanggungjawab adalah kontraktor yang membangun jembatan tersebut. Sebab jembatan baru berusia sekitar 10 tahun itu masih dalam masa pengawasan dan pemeliharaan pihak kontraktor. (http://www.detiknews.com/)
- BPK (Hadi Purnomo) – Jembatan yang bentangannya lebih dari 700 meter kini diaudit. Jumlahnya kurang lebih ada sepuluh.
- Bupati Kukar (Rita Widyasari melalui Kabag Humas Pemkab Kutai Kartanegara, Sri Wahyuni) – Jembatan runtuh terjadi ketika jembatan tak sanggup menahan beban maksimal dan kekuatan jembatan berkurang lantaran tali penyangganya sedang mengalami perbaikan. (http://m-wali.blogspot.com)
- Direktur Utama PT Hutama Karya (Tri Widjajanto) – Puluhan clamp penyangga kabel utama dan kabel hanger yang dibeli dari PT Bakrie Tosan Jaya rusak sebelum waktunya. Kerusakan clamp itu menjadi salah satu penyebab runtuhnya runtuhnya Jembatan. (http://www.metrotvnews.com)
- Dirut PT. Bukaka (Irsal Kamarudin) – PT. Bukaka belum bekerja saat terjadi keruntuhan jembatan. Tugas PT Bukaka adalahmengencangkan baut yang longgar. PU itu sudah tahu bahwa baut mulai longgar. Rangka besi jembatan dibuat oleh PT Bukaka Teknik Utama dari pesanan Kementerian PU tahun 1995. Rangka besi itu kemudian dikirimkan untuk pembuatan jembatan di seluruh Indonesia, termasuk untuk jembatan Kukar. Irsal mengatakan tak ada yang untuk jembatan gantung. Untuk di Tengggarong, desain awalnya bukan untuk jembatan gantung, itu dimodifikasi jadi jembatan gantung. (http://www.detiknews.com).
Begitu banyak pendapat yang disampaikan, namun dapat kita pilah pendapat yang bersifat teknis terlebih dahulu. Jika sudah ditemukan, maka dapat saja beralih pada pendapat non-teknis. Artinya kita coba analisis berdasarkan kaidah penelitian ilmiah. Ada beberapa fakta yang sudah menjadi bukti yang dapat dijadikan bahan analisis penyebab keruntuhan jembatan, yaitu:
- Usia jembatan sejak selesai dibangun adalah 10 tahun.
- Adanya erosi pada dasar sungai. Hal ini terlihat dari kedalaman dasar sungai saat perencanaan dan saat terjadi keruntuhan (Di awal 30-40 m menjadi 40-50 m)
- Adanya informasi beberapa pihak bahwa telah terjadi rongga antara abutment dan side span jembatan yang semakin lama semakin besar (15 cm – 20 cm)
- Kabel utama mulur, pylon melengkung, blok jangkar geser. Dari keterangan gambar diketahui, bagian tengah gelagar, artinya pada posisi tengah tengah jembatan, turun sebesar 75 cm atau 3/4 meter. Pylon (tiang utama) melengkung 15 cm dan blok jangkar bergeser 8 – 10 cm.
- Pekerjaan pemiliharaan bertujuan untuk mengembalikan penurunan jembatan 75 cm dengan cara didongkrak. Pihak BTU mengatakan baru melakukan pengukuran, namun ada referensi yang memuat foto pelaksanaan pemeliharaan yang sudah melakukan proses dongkrak (perlu diklarifikasi).
- Material alat sambung telah mengalami korosi (Lihat foto).
- Baut mengalami kendor.
- Lalu lintas di jembatan cukup ramai walaupun ditutup sebagian.
- Kabel hanger dan kabel busur terlepas dimana kabel hanger dan kabel busur masih utuh setelah keruntuhan.
- Keruntuhan terjadi sangat cepat. Jika melihat videonya, maka keruntuhan terjadi kurang dari 10 detik (menurut media sekitar 30 detik).
Berdasarkan pendapat di atas dan fakta investigasi sementara, didapati bahwa kegagalan jembatan bermula dari kegagalan pada sistem sambungan antara kabel vertikal (hanger) dan kabel busur. Ini menjadi titik mula untuk penelusuran lebih lanjut. Lalu kita dapat menduga lebih lanjut mengapa terjadi kegagalan pada sistem sambungan tersebut. Beberapa sebab berdasarkan pendapat di atas adalah:
- Adanya bukti erosi dasar sungai. Hal ini dapat menyebabkan perubahan tingkat stabilitas jembatan. Dengan beban sendiri yang cukup besar, sebagai dampak dari modifikasi jembatan rangka menjadi jembatan gantung, maka terjadi lendutan atau penurunan lantai jembatan hingga 75 cm. Penurunan tersebut mengakibatkan side span tertarik arah tengah sungai sehingga menyebabkan adanya rongga antara abutment dan side span jembatan yang semakin lama semakin lebar (terbukti). Jembatan ternyata telah mengalami proses keruntuhan perlahan sebelumnya.
- Perubahan stabilitas jembatan akibat erosi juga membuat jembatan lebih gampang bergoyang akibat beban lalu lintas, angin maupun arus air sungai. Lebih seringnya jembatan mengalami goyangan, maka akan membuat baut menjadi lebih cepat kendor (terbukti). Jembatan memiliki beban sendiri/ mati yang cukup besar. Lebih seringnya jembatan mengalami goyangan ditambah dengan beban yang besar, diperkirakan dapat menyebabkan material akan mengalami kelelahan (fatique) yang lebih cepat. Faktor lain yang memerlukan pengujian adalah adanya pengaruh frekuensi angin. Dengan perubahan kedalaman jepit pada pondasi akibat erosi dasar sungai akan menyebabkan jembatan seolah-olah menjadi lebih tinggi sehingga menyebabkan frekuensi alami jembatan mengalami perubahan dari rencana dimana frekuensi tersebut dicurigai menjadi lebih dekat dengan frekuensi angin yang terjadi (perlu investigasi lebih lanjut). Hal tersebut diperkirakan akan membuat jembatan lebih gampang bergoyang. Akibat angin ini tidak memberikan efek segera seperti keruntuhan pada jembatan Tacoma, tapi efek jangka panjang. Efek jangka panjangnya berupa kelelahan material (fatique).
- Adanya bukti korosi pada alat sambung. Korosi menyebabkan pengurangan luas tampang alat sambung, sehingga kapasitas alat sambung menjadi berkurang dari rencana. Pengurangan kapasitas akibat berkurangnya luas tampang bersifat kuadratik. Namun korosi yang terjadi lebih disebabkan karena dugaan adanya kerusakan atau kegagalan awal dari alat sambung tersebut jauh waktu sebelumnya. Korosi yang ditemukan menjadi penyebab tambahan. Penyebab utama kenapa terjadi kegagalan di awal belum diketahui.
- Perubahan distribusi gaya akibat proses pengencangan-pengendoran baut. Proses tersebut menyebabkan hanger pada lokasi yang dikencangkan menjadi lebih pendek dan sebaliknya di lokasi sebelahnya akan menjadi kendor. Kendornya kabel tersebut menyebabkan beban yang seharusnya dipikul berpindah ke bagian yang hanger nya tertarik. Akibatnya hanger yang dikencangkan akan mengalami overstress pada salah satu sistemnya (alat sambung) lalu putus.
Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, didapat suatu hipotesis sementara secara kronologis yaitu bahwa:
- Jembatan mengalami erosi dasar sungai yang menyebabkan perubahan stabilitas sehingga terjadi penurunan lantai jembatan hingga 75 cm dan terjadi rongga antara abutment dan side span jembatan antara 15 cm – 20 cm. Perubahan stabilitas ini juga menyebabkan jembatan menjadi lebih banyak bergoyang dengan beban yang berat akibat modifikasi jembatan rangka baja menjadi suspension bridge yang berarti material jembatan lebih cepat mengalami kelelahan (fatique).
- Terjadi kegagalan awal pada alat sambung pada saat awal jembatan digunakan yang diperparah oleh korosi. Sehingga menyebabkan berkurangnya kapasitas tariknya (belum diketahui penyebabnya, namun sudah terbukti).
- Untuk mengatasi penurunan jembatan, adanya rongga di abutment, dan baut yang kendur, maka dilakukan pekerjaan pemeliharaan jembatan dengan cara mendongkrak 15 cm (belum diketahui bagaimana analisisnya).
- Proses pemeliharaan dilakukan tanpa mengurangi beban hidup/ beban lalu lintas, sehingga beban saat pekerjaan pemeliharaan menjadi cukup besar.
- Kombinasi antara berkurangnya kapasitas geser, kelelahan material (fatique), perubahan distribusi gaya akibat proses dongkrak, dan masih tingginya beban jembatan saat pemeliharaan, serta prosedur melakukan pemeliharaan (dongkrak) yang keliru menyebabkan alat sambung tidak mampu lagi menahan beban (overstress) lalu putus.
- Putusnya alat sambung, menyebabkan alat sambung di sebelahnya menerima beban yang berlebih cukup besar, sehingga ikut putus dalam waktu yang singkat.
Begitu seterusnya sehingga terjadi keruntuhan cepat yang beruntun (progressive collapse).
Beberapa hipotesis di atas menghasilkan suatu kesimpulan umum bahwa pada dasarnya jembatan telah mengalami masalah yang berpotensi pada keruntuhan sehingga perlu perbaikan dan perawatan. Namun proses perbaikan dan perawatan tersebut tidak tepat sehingga memicu keruntuhan yang lebih cepat.
Apapun hasil analisis ini hanya bersifat sementara atau hipotesis sementara. Diperlukan langkah investigasi yang mendalam. Namun kita dapat proaktif dengan memulai untuk melakukan pengecekan terhadap jembatan lain yang memiliki bentang cukup besar untuk menghindari musibah ini terjadi lagi.
Sumber referensi: manajemenproyekindonesia.com
Sekian postingan kali ini, mudah-mudahan bisa menjadi referensi yang bermanfaat untuk kita semua. Jangan lupa share artikel ini ke sosial media agar yang lain bisa mendapatkan manfaatnya. Untuk mengikuti perbaruan konten situs ini, silahkan berlangganan melalui notifikasi yang muncul saat mengakses situs ini. Sekian dan terima kasih.