Organisasi proyek haruslah lincah dalam menghadapi metafora “Arus Jeram” yang terjadi sebagai dampak dari tingginya tingkat kompleksitas proyek. Perubahan demi perubahan dalam struktur, teknologi, dan orang-sesuai situasi dan kondisi, akan sering menjadi tuntutan “arus jeram” yang deras, berliku-liku, penuh batu sandungan, dan tak terduga. Melakukan perubahan tak segampang menuliskannya. Tim proyek tak selalu menerima perubahan. Bagaimana mengatasinya?
Perjalanan dunia proyek konstruksi dapat diibaratkan sebagai “Arus Jeram” yang deras, berliku-liku, penuh batu sandungan, dan tak terduga. Rasanya jarang terjadi situasi “Perairan Tenang” di proyek.
Ibarat berada dalam perahu, menghadapi situasi perairan tenang tentu berbeda dengan situasi arus jeram. Pada situasi perairan tenang, sang pemimpin kelompok yang berada di perahu hanya perlu sesekali mengubah arah kemudi perahu. Adanya gangguan angin yang mengubah arah perahu, dapat diatasi dengan sekali perubahan kemudi agar arah perahu tetap sesuai jalurnya, lalu perahu kembali ke jalur yang benar.
Dalam menghadapi arus jeram, kapal perahu menghadapi tantangan dan hambatan yang begitu tinggi frekuensinya. Arah perahu hampir tidak pernah stabil. Selalu ada sebab dimana arah perahu berubah-ubah dan kadang tak terkendali. Sang pemimpin harus fokus melihat kejadian dan prediksi kejadian agar dapat mengantisipasi dan membuat arah perahu menjadi terkendali walaupun menghadapi begitu banyak hambatan.
Proyek konstruksi adalah perahu yang berada di arus jeram. Perubahan harus dilakukan. Perubahan bukanlah hal yang tabu. Tim proyek harus menyadari akan pentingnya perubahan yang dilakukan di proyek. Kondisi status-quo di proyek menyebabkan proyek menjadi tidak responsif terhadap perkembangan yang terjadi.
Akan tetapi, tidak gampang untuk melakukan perubahan karena pada dasarnya perubahan itu tidaklah nyaman. Sering terjadi penolakan terjadinya perubahan yang berasal dari tim proyek itu sendiri. Mereka cenderung menolak perubahan karena tiga alasan yaitu: ketidakpastian, kekhawatiran akan kerugian pribadi, dan keyakinan bahwa perubahan itu tidak menguntungkan organisasi.
Penolakan itu sebenarnya suatu hal yang wajar dikaitkan dengan sifat dasar manusia yang ingin merasa nyaman. Akan tetapi jika penolakan bersifat disfungsional, tentu tidak dapat dibiarkan karena apapun organisasi proyek harus berjalan dan harus mampu untuk melewati arus jeram yang ada.
Berdasarkan Buku Manajemen karya Stephen P. Robins dan Mary Coulter, untuk mengurangi penolakan terhadap rencana perubahan yang harus dilakukan oleh organisasi proyek, dapat dilakukan enam cara, yaitu:
Pendidikan dan Komunikasi
Langkah ini yaitu berkomunikasi dengan karyawan untuk membantu mereka melihat logisnya perubahan. Karyawan harus dididik melalui diskusi satu lawan satu, memo, rapat kelompok, atau laporan. Cara ini diperlukan jika sumber penolakan adalah komunikasi yang buruk atau informasi yang salah. Harus ada saling percaya dan kredibilitas antara Project Manager dan karyawan.
Partisipasi
Memudahkan mereka yang menentang perubahan untuk turut serta dalam keputusan. Menganggap bahwa mereka mempunyai keahlian untuk membuat sumbangan yang berarti. Keterlibatan dapat mengurangi penolakan, memperoleh komitmen untuk melihat keberhasilan perubahan dan meningkatkan mutu keputusan perubahan.
Fasilitas dan Dukungan
Melakukan usaha pendukung seperti nasihat atau terapi karyawan, pelatihan keahlian baru, atau pengurangan upah karena absen. Cara ini membutuhkan waktu yang lama dan tentu butuh biaya yang tidak sedikit.
Negosiasi
Bertukar sesuatu yang bernilai untuk mengurangi penolakan. Mungkin diperlukan ketika penolakan datang dari sumber yang berkuasa. Berpotensi biaya tinggi dan kemungkinan harus bernegosiasi dengan penolak yang lain.
Manipulasi dan Kooptasi
Manipulasi adalah usaha tersamar untuk mempengaruhi seperti memutarbalikkan fakta, menahan informasi yang merusak, atau menciptakan gosip palsu. Kooptasi adalah bentuk dari manipulasi dan partisipasi. Cara yang mudah untuk memperoleh dukungan dari penolaknya. Dapat gagal jika sasarannya merasa mereka telah tertipu.
Paksaan
Menggunakan ancaman langsung atau paksanaan. Murah dan cara yang mudah untuk memperoleh dukungan. Mungkin dilarang. Bahkan paksaan yang sah pun dapat dianggap sebagai pemerasan. Langkah ini adalah langkah yang dihindari. Hanya dipakai jika cara-cara lain tidak memberikan hasil. Namun harus dibuat rencana penanggulangan apabila langkah ini menimbulkan reaksi yang berlebihan.
Sumber referensi: manajemenproyekindonesia.com
Sekian artikel kali ini, semoga bisa bermanfaat untuk kita semua. Jangan lupa share artikel ini jika dirasa mempunyai manfaat untuk orang lain, karena berbagi adalah sedekah. Untuk mengikuti perbaruan situs ini, silahkan berlangganan melalui notifikasi yang muncul saat mengakses situs ini. Sekian dan terimakasih.