Bagi orang Bandung, rasanya mustahil jika tidak mengetahui peninggalan bangunan kolonial yang satu ini. Ya, Villa Isola yang berarti ‘villa terpencil‘. Bangunan kolonial ini merupakan sebuah vila peristirahatan sekaligus tempat tinggal pribadi yang dimiliki oleh Dominique Willem Berretty, seorang konglomerat dari hindia Belanda.
Jalan hidup yang dipilih Berretty, “M’ISOLO E VIVO” yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi ‘saya mengasingkan diri dan bertahan hidup’ inilah yang melatarbelakangi dibangunnya Villa Isola.
Pekerjaan mengejar berita di sebuah surat kabar Hindia Belanda memang telah menjadikannya seorang konglomerat. Namun, sepertinya kepenatan atau apapun itu membuatnya lebih memilih mengasingkan diri dan mendirikan sebuah bangunan di tempat terpencil yang kini beralamat di Jalan Setiabudhi No. 229 ini.
Villa Isola dan Gaya Art Deco
Villa Isola nan cantik dan megah ini didesain oleh seorang pria kelahiran Banyu Biru, Jawa Tengah, pada 1882 bernama C.P. Wolff Schoemaker dengan mengusung gaya Art deco. Pria ini dijuluki sebagai Bapak Arsitek Art deco di Bandung.
Sebuah julukan yang sangat pantas mengingat keahliannya memadukan budaya Eropa modern dengan gaya lingkungan tropis yang bersahaja sehingga menjadikan gaya arsitek ini sebagai puncak dari modernitas sebuah gaya bangunan.
Desain Art Deco ala Schoemaker di Villa Isola mengedepankan stuktur dengan bentuk lengkung yang ditopang rangka bangunan dan jendela dari baja dan lantai dari beton cor. Dengan dibantu oleh biro arsitektur AIA Batavia, akhirnya bangunan yang pertama kali dibangun pada Oktober 1932, dapat selesai pada Maret 1933.
Sebuah pembangunan dengan waktu yang terbilang sangat cepat untuk desain yang begitu mewah dan megah.
Gaya Art Deco dalam Bangunan Lain di Bandung
Sebenarnya, Villa Isola bukan merupakan gedung pertama yang dibangun dengan desain Art Deco. Sebelum membangun Villa Isola, Wolff Schoemaker telah membangun beberapa gedung lain di Bandung dengan gaya arsitektur sama. Nama-nama gedung lain di Bandung yang dibangun dengan gaya Art Deco itu, di antaranya adalah sebagai berikut.
- Villa Merah, Jalan Tamansari 78 (1918).
- Gedung Sabau, Jl. Kalimantan (1918).
- KOLOGDAM (Jaarbeurs), Jl. Aceh 50 (1920).
- Gedung Merdeka (Concordia), Jl. Asia Afrika 65 (1921).
- Landmark (Van Dorp), Jl. Braga (1922).
- Gereja St. Petrus, Jl. Merdeka (1922).
- Bioskop Majestic, Jl. Braga (1925).
- Gereja Bethel, Jl. Wastukencana 1 (1925).
- Observatorium Bosscha, Lembang (1925).
- Hotel Preanger, Jl. Asia Afrika 81 (1929).
- Mesjid Cipaganti, Jl. Cipaganti 85 (1933).
- Penjara Sukamiskin, Jl. Ujung Berung (1935).
Bandung sungguh merupakan sebuah kota yang kaya akan budaya. Selain terkenal dengan factory outletnya, ternyata Bandung kaya akan bangunan kolonial bergaya modern.
Penulis: Surya Arsitek
Catatan: Artikel ini merupakan hasil tulisan original penulis blog yang dibuat langsung pada halaman guest post. Jika mengandung beberapa kesamaan dalam hal materi copyright, mohon untuk segera melaporkannya. Saya akan segera memproses permohonan pemilik materi segera dalam 2×24 jam, terima kasih.